JAKARTA, suaramerdeka.com - Program pemutaran dan diskusi film antara pegiat perfilman Indonesia dan Jepang akan bergulir selama lima hari. Dua tema kunci yang akan dibahas adalah keragaman sinema dan pengalaman menonton. Aneka Ria Sinema akan berlangsung di dua kota, Yogyakarta pada 6-8 Desember 2014, dan Jakarta pada 9-10 Desember 2014.
Sebagaimana dijelaskan Adrian Jonathan selaku panitia Aneka Ria Sinema, masyarakat yang beragam membutuhkan film yang beragam pula. Dalam kerangka ini, menurut dia, film tidak dilihat sebagai hasil kerja kreatif dari berbagai lini produksi semata, tapi juga sebagai medium pertukaran gagasan, nilai, dan pengalaman. “Kondisi yang ada sekarang adalah akses masyarakat ke film didominasi jaringan-jaringan bioskop komersil, dengan sedikit sekali akses lewat festival dan inisiatif pemutaran gerilya,” katanya di Jakarta, baru-baru ini. Alhasil, imbuh dia, tidak banyak rupa ragam sinema yang tersalurkan ke masyarakat kita. Hanya film-film tertentu yang bisa tayang di bioskop komersil.
Mengingat masyarakat Indonesia teramat majemuk dalam segi budaya, sosial, ekonomi, kepercayaan, hingga selera politik, perkara keragaman sinema ini menjadi kian mendesak untuk dibahas dan diperjuangkan. Berdasarkan bacaan ini, Yayasan Cipta Citra Indonesia melalui program KOLEKTIF berkolaborasi dengan Documentary Dream Center dan Independent Cinema Guild Japan dalam mengadakan Project to Incubate Audiences for Diverse Cinema (PIDC).
Kolaborasi dengan Jepang dilakukan karena adanya isu-isu serupa yang Jepang alami terkait pengupayaan keragaman sinema bagi masyarakatnya. Proyek ini bersifat lintas negara: perwakilan Indonesia memutar keliling sejumlah film nasional di Jepang, kemudian perwakilan Jepang melakukan hal serupa di Indonesia. Di antara pemutaran-pemutaran itu dilakukan sejumlah forum diskusi dengan pembuat film, pegiat komunitas, dan penonton. Dua tema kunci yang dibahas: keragaman sinema dan pengalaman menonton.
Seluruh kegiatan dalam rangkaian Aneka Ria Sinema terbuka untuk umum. Informasi selengkapnya perihal acara ini dapat dilihat di situs resmi Yayasan Kolektif (http://kolektif.id).
(Benny Benke/CN38/www.suaramerdeka.com)
Sebagaimana dijelaskan Adrian Jonathan selaku panitia Aneka Ria Sinema, masyarakat yang beragam membutuhkan film yang beragam pula. Dalam kerangka ini, menurut dia, film tidak dilihat sebagai hasil kerja kreatif dari berbagai lini produksi semata, tapi juga sebagai medium pertukaran gagasan, nilai, dan pengalaman. “Kondisi yang ada sekarang adalah akses masyarakat ke film didominasi jaringan-jaringan bioskop komersil, dengan sedikit sekali akses lewat festival dan inisiatif pemutaran gerilya,” katanya di Jakarta, baru-baru ini. Alhasil, imbuh dia, tidak banyak rupa ragam sinema yang tersalurkan ke masyarakat kita. Hanya film-film tertentu yang bisa tayang di bioskop komersil.
Mengingat masyarakat Indonesia teramat majemuk dalam segi budaya, sosial, ekonomi, kepercayaan, hingga selera politik, perkara keragaman sinema ini menjadi kian mendesak untuk dibahas dan diperjuangkan. Berdasarkan bacaan ini, Yayasan Cipta Citra Indonesia melalui program KOLEKTIF berkolaborasi dengan Documentary Dream Center dan Independent Cinema Guild Japan dalam mengadakan Project to Incubate Audiences for Diverse Cinema (PIDC).
Kolaborasi dengan Jepang dilakukan karena adanya isu-isu serupa yang Jepang alami terkait pengupayaan keragaman sinema bagi masyarakatnya. Proyek ini bersifat lintas negara: perwakilan Indonesia memutar keliling sejumlah film nasional di Jepang, kemudian perwakilan Jepang melakukan hal serupa di Indonesia. Di antara pemutaran-pemutaran itu dilakukan sejumlah forum diskusi dengan pembuat film, pegiat komunitas, dan penonton. Dua tema kunci yang dibahas: keragaman sinema dan pengalaman menonton.
Seluruh kegiatan dalam rangkaian Aneka Ria Sinema terbuka untuk umum. Informasi selengkapnya perihal acara ini dapat dilihat di situs resmi Yayasan Kolektif (http://kolektif.id).
(Benny Benke/CN38/www.suaramerdeka.com)
0 komentar:
Post a Comment